Terkadang aku tidak tahu apa yang ada dipikiran seorang pendaki bukit. Keinginan terbesar apa yang sesungguhnya ada pada benaknya hingga ia melaju terus dan terus tanpa henti kearah terjalnya bukit nan tinggi, bahkan pada titik batas yang tak mampu dijamah oleh helikopter sekalipun (vertikal limit).
Namun begitulah hidup mengajarkan kita banyak hal. Seorang pendaki bukit, punya segundang cita-cita. Bukan hanya sekedar memenuhi keinginan yang belum tercapai semata, tapi bagaikan suatu harapan yang tinggi, bersama sesuatu yang bernama kegigihan untuk sampai pada puncaknya. Dan itu nyata, kemenangan harus digenggam kedua tangan.
Seorang pendaki bukan tidak pernah merasankan letih, sering kali ia merasa sakit mencabik-cabik kulitnya. Rasa dingin dan gelap malam yang menusuk tulang, hampir setiap waktu ia rasakan. Tapi ia tak pernah peduli akan hal yang membuatnya manja itu, karena justru itu yang membuatnya lebih tegar menjalani jurang dan terjalnya jalan yang ia tempuh. Semakin sering ia terjatuh, ia tahu jika ia harus bangkit.
Dan ketika semuanya telah sampai pada suatu kejayaan, saat ia menancapkan bendera kemenangan pada puncak bukit itu, ia akan bangga karena dengan jerih payah, keringat dan air mata, ia tahu semuanya tak ada yang sia-sia.
Jika kau letih melangkah,bukan berarti kau harus terhenti. Jalan yang terjal itu biasa, suatu yang terlihat itu karena berdiri tinggi diatas sana. Bila kau menginginkannya,tentu bukan jalan menurun yang kau lalui. Karena kelak kita akan tersenyum,mengingat dan mengenang masa-masa sulit itu,jalanan yg penuh duri itu,ketika kita berada dipuncak sana, dengan suka cita yang ada.
(Terinspirasi dari sebuah film Vertikal Limit)
Bandar Lampung, 26 September 2010
Novita-e
Tidak ada komentar:
Posting Komentar